Senin, 26 Desember 2011

KASEPEKANG DI DESA ADAT PADANG BULIA TERHADAP KELAHIRAN BAYI KEMBAR BUNCING


Mitos hadir disaat pikiran masyarakat belum mengikuti perkembangan zaman. Tetapi ketika zaman sudah maju, hanya satu mitos yang  menarik perhatian masyarakat  di Buleleng dan masih diingat keberadaannya. Mitos ini merupakan kasepekang (pengucilan) yang  terjadi di desa adat Padang Bulia, Buleleng. Berawal dari sebuah mitos di mana jika bayi lahir di lingkungan kerajaan , bayi kembar buncing dianggap berkah yang membawa keberuntungan.Kembar buncing di lingkungan kerajaan dibesarkan secara terpisah. Setelah mencapai dewasa , keduanya akan dipertemukan kembali dan dikawinkan sebagai suami istri . Dibandingkan dengan anak lainnya, anak kembar buncing ini memiliki tempat yang sangat terhormat di lingkungan kerajaan.
Sebaliknya , jika bayi kembar buncing lahir di luar lingkungan kerajan, kehadiran sang bayi diyakini sebagai aib. Bila kita berpedoman pada sastra tua di Bali, anggapan noda aib dari kembar buncing bersumber dari ajaran raja yang menjelaskan bahwa pasangan bayi kembar tersebut ketika dalam kandungan telah melakukan hubungan seksual, sehingga kehadiran kembar buncing dianggap menggangu keharmonisan desa. Lebih dari itu, desa menjadi tercemar hingga harus dipulihkan melalui sanksi adat yang ditentukan.
Sesuai dengan aturan adatnya, sang bayi kembar harus menanggung sanksi adat berupa pengucilan ke sebuah lokasi sepi yang sangat jauh dari perkotaan atau desa tempat tinggalnya. Masa pengucilan bayi kembar buncing itu harus dijalani selama 105 hari . Selama tenggang waktu itu pula orang tua bayi tidak dibolehkan beraktivitas , melakukan perjalanan ke luar desa ataupun mencari nafkah. Pengucilan itu sendiri bermaksud untuk dapat membersihkan aib bawaan kembar  buncing.
Setelah masa pengucilan berakhir , maka akan diadakan upacara mecaru yang bertujuan untuk menyucikan bayi kembar tersebut. Namun, bukan hanya itu terkadang orang tua bayi kembar buncing harus membayar denda dan rela melepas salah satu bayinya. Bayi kembar itu harus dipisahkan sehingga kelak saat dewasa mereka tak pernah tahu bahwa mereka adalah saudara kandung dan sedarah, sedangkan para warga desa diminta oleh peraturan adat untuk merahasiakannya. Selanjutnya, ketua adat akan berusaha mengawinkan keduanya menjadi sepasang suami istri karena menurut kepercayaan warga , bayi kembar buncing memang telah dijodohkan sejak dalam rahim.
Berkaitan dengan mitos yang terdapat di desa adat Padang Bulia, PHDI kabupaten Buleleng berusaha menghapus mitos yang masih ditaati oleh desa adat. Karena bagi PHDI dan jajarannya, pengucilan merupakan ajaran yang bertentangan dengan ajaran Agama Hindu. Berarti lambat laun, mitos ini akan musnah di masyarakat Buleleng karena tidak baik dilaksanakan dan sangat haram dalam Agama Hindu. Tak ada umat yang menyakiti sesama umatnya, lebih baik saling menjaga dan merawat satu sama lain.